PENGUATAN
PENDIDIKAN KARAKTER DI SEKOLAH DASAR
Oleh
: Baruno Nasution
Dalam
beberapa tahun terakhir, Pendidikan Karakter begitu sering disebut dan dibahas
dalam berbagai kesempatan. Hal ini disebabkan karena Pemerintah Pusat sedang
mencanangkan program Penguatan Pendidikan Karakter ke dalam beberapa jenjang
sekolah yang ada di Indonesia, terlebih bagi Sekolah Dasar dan Sekolah
Menengah.
Berbicara
mengenai karakter, hal ini tidak dapat dipisahkan dengan lingkungan anak di
rumahnya, jika lingkungan anak mendukung dalam pembentukan dan penguatan
karakter anak, maka hal ini akan sangat sejalan dengan program pemerintah
tersebut. Begitu juga sebaliknya, apabila lingkungan rumah si anak kurang
mendukung, maka hal ini pun dapat menghambat proses pembentukan dan penguatan
karakter anak yang dilakukan di sekolah. Sudah barang tentu pasti orang tua
menginginkan anaknya memiliki sifat pandai, mandiri, hebat, religius, jujur dan
sifat-sifat positif lainnya. Oleh sebab itu, orang tua siswa harus berperan
aktif dan mau mengawasi anak-anaknya di rumah, agar karakter anak tersebut
sesuai dengan yang diharapkan oleh orang tuanya.
Tak
dapat dipungkiri bahwa, lingkungan masyarakat kini sangat berbeda dengan
lingkungan masyarakat era 90an, di masa itu anak kecil setingkat Sekolah Dasar
dan Sekolah Menengah masih begitu patuh dan taat kepada anjuran dari orang
tuanya, terlebih oleh seorang Guru di Sekolah. Di masa itu pula, seorang Guru
yang mengingatkan muridnya untuk tidak berbuat jelek begitu sangat ditakuti
oleh siswa. Bahkan mampu menjadi sebuah motivasi agar tidak mengulangi
kesalahan yang sama di kemudian hari.
Pada
masa itu pula, murid yang mendapat hukuman apabila melaporkan kepada kedua
orang tuanya, orang tua sangat mendukung dengan apa yang dilakukan oleh Guru
tersebut di sekolah. Bahkan akan semakin ditambah hukuman oleh orang tua, tidak
diberi uang jajan, dan lain sebagainya. Karena pada masa itu pendidikan semacam
ini dinilai mampu untuk membentuk karakter anak menjadi lebih baik.
Namun
sangatlah berbeda dan bertolak belakang dengan apa yang terjadi dalam dunia
pendidikan di Indonesia saat ini. Telah sama-sama kita ketahui bahwa, anak-anak
masa kini begitu dimanjakan dengan apa yang dinamakan dengan Teknologi.
Sebenarnya kita terlalu “taat” kepada bangsa barat yang menganggap teknologi
adalah sebuah hal yang harus terus diikuti perkembangannya. Hal itu akan
membuat anak-anak masa kini semakin malas dan individual.
Dapat
dilihat pada masa lampau dimana belum ada teknologi secanggih sekarang, namun
berbagai penemuan brilian lahir hampir setiap tahunnya. Ilmuwan-ilmuwan dari
berbagai belahan dunia pun bermunculan saling berlomba menemukan sesuatu yang
kini kita namakan teknologi tersebut. Namun pada masa itu, para ilmuwan tidak
menggunakan teknologi yang secanggih saat ini kita rasakan dan alami. Penemuan
rumus matematika, rumus kesehatan dan obat-obatan, lampu, listrik, mobil,
motor, mesin uap, komputer, hingga pesawat terbang dapat terealisasi tanpa
adanya teknologi secanggih saat ini.
Sangat
bertolak belakang dengan apa yang kita lihat di masa kini. Teknologi yang
ditemukan oleh para ilmuwan tersebut seolah kini disalahgunakan oleh berbagai
pihak. Mulai dari rakyat biasa hingga pemerintah di berbagai belahan dunia
seolah tidak mau untuk belajar dari temuan tersebut dan terkesan memanjakan
diri dengan apa yang sudah ada. Hal ini sangat berpengaruh dengan proses
pembentukan karakter anak di sekolah, setidaknya anak-anak kita yang masih polos
itu akan memiliki sifat malas untuk mengembangkan diri. Terlebih lagi bila sang
anak terlalu sering melihat lingkungannya yang bergantung pada teknologi
semacam gadget, anak akan cenderung senang bermain gadget daripada membuka
buku, walaupun dalam gadget itu dapat diisin dengan program aplikasi yang
mendukung pembelajaran si anak.
Saat
ini karakter anak yang diharapkan dapat muncul dan dikembangkan di sekolah
sangatlah banyak, hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi pelaku pendidikan
di sekolah. Karena memang zaman yang berkembang ini sudah terlalu memanjakan
anak untuk berada di “zona nyaman” mereka. Sehingga dalam usaha membentuk
karakter anak tersebut harus dilakukan dengan istiqomah dan teliti.
Sebagai
contoh, menumbuhkan karakter anak untuk taat beribadah bukanlah hal yang cukup
mudah dilakukan. Anak usia Sekolah Dasar baru mengenal cara beribadah mereka
sesuai dengan ajaran agama masing-masing, maka hal ini perlu pembiasaan dan
bimbingan yang intens dari Guru maupun orang tua. Mengajari anak untuk tidak
bercanda di tempat ibadah, tertib selama berada di tempat ibadah, sungguh-sungguh
dalam melakukan ibadah dan menghormati sesama pengguna tempat ibadah adalah hal
dasar yang perlu ditanamkan kepada anak sebelum menginjak kepada hal yang lebih
dalam. Tidak cukup sekali dua kali Guru mengingatkan anak untuk taat beribadah,
namun setiap hari anak harus diingatkan untuk berbuat sesuai dengan ajaran yang
berlaku.
Contoh
yang lain ialah ketika menumbuhkan karakter mandiri anak, hal ini juga dirasa
cukup sulit dilakukan karena pada usia sekolah dasar anak masih sering
bergantung kepada kedua orang tuanya. Terlebih jika sang anak masih ditunggui
oleh orang tuanya di sekolah, maka ini akan menghambat kemandirian anak
tersebut. Anak akan sering mencari orang tuanya untuk meminta bantuan, jika
mulai dari berangkat sekolah si anak sudah dimanjakan. Antara lain mandi,
menggunakan baju seragam, memakai sepatu, menjadwal pelajaran, mengerjakan
tugas, makan, dan lain sebagainya. Seharusnya anak memang dilatih untuk dapat
mandiri meskipun terkadang sang anak menangis karena takut, merasa sakit, merasa
tidak mampu dan lain sebagainya. Sehingga anak perlahan mampu menempatkan
dirinya menjadi anak yang mandiri dan merasa mampu mengerjakan sesuatu tanpa
banuan orang tuanya.
Di
lingkungan sekolah anak hendaknya dilatih untuk banyak belajar menulis dan
membaca, karena ini adalah modal dasar si anak untuk menjadi lebih baik di
kemudian hari. Anak juga harus dilatih untuk mengerjakan soal secara mandiri,
diingatkan jika si anak mencoba untuk bertanya kepada temannya ataupun mencoba
mencari jawaban dalam bukunya. Melatih anak untuk mandiri dalam hal makan juga
menjadi poin tersendiri karena anak akan terbiasa untuk mengambil makanan
secukupnya dan membersihkan alat makannya sendiri. Jika hal ini mampu berjalan
dengan baik, maka anak akan bercerita kepada orang tuanya dengan rasa bangga
bahwa dia mampu untuk mengerjakan soal dan tugas dari Bapak – Ibu Guru di
sekolah, misalnya.
Karakter
yang lain yang dapat dikembangkan di sekolah ialah gotong royong, dimana hal
ini dapat ditanamkan kepada anak di dalam kelas melalui kerja kelompok.
Kelompok piket kebersihan kelas, misalnya. Anak harus diberi pengertian untuk
saling membantu dalam kerja piket kelas agar dalam kegiatan tersebut pekerjaan
menjadi ringan apabila dikerjakan bersama-sama. Selain itu dapat juga ditanamkan
dalam bentuk tugas kelompok atau diskusi, hal ini akan membiasakan anak untuk
bersifat berani menyampaikan pendapat dan mengeluarkan potensi yang ada di
dalam dirinya sendiri.
Perlu
diingat bahwasanya Pendidikan anak usia dini antara umur 0-17 tahun sangatlah
berpengaruh terhadap pembentukan karakter si anak itu sendiri. Sehingga
diperlukan pengawasan yang ketat dan pendampingan kepada si anak agar proses
pembentukan karakter di sekolah berjalan dengan baik. Meskipun hanya melalui
cara yang sederhana semacam mengingatkan anak jika anak melakukan kesalahan,
menegur anak jika mendapati si anak bercanda ketika beribadah, mengajak anak
untuk terus berbuat kebaikan kepada sesame temannya di manapun berada, dan lain
sebagainya.
Maka
beberapa karakter yang dapat dikembangkan tersebut hendaknya juga dilakukan
oleh orang-orang yang berada di sekitar si anak tersebut berada, sehingga anak
mampu melihat langsung contoh yang ada di sekitarnya, karena penglihatan anak
sangatlah berpengaruh kuat terhadap daya ingatnya. Jika kita tidak ingin si
anak terlalu sering bermain gadget, maka kita pun juga jangan memperlihatkan
memegang gadget terlalu sering. Jika kita menghendaki si anak rajin dan taat
beribadah, maka sebagai orang tua hendaknya kita juga memberi contoh untuk segera
bergegas meninggalkan segala jenis pekerjaan ketika tiba waktu beribadah.
Begitu juga dengan karakter-karakter yang lain, sehingga anak betul-betul
mencontoh karakter yang baik yang ada di sekelilingnya.